loading...
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Banten menyampaikan enam rekomendasi hasil rapat dengan para tokoh dan ulama Banten, terkait polemik razia rumah makan saat bulan puasa oleh Pol PP, di antaranya soal razia warteg milik Saeni di Kota Serang.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Banten melalui Ketua Bidang Komunikasi Data dan Informasi Zainal Abidin Sujai di Serang, Kamis (16/6/2016) mengatakan, terdapat enam kesepakatan dari hasil musyawarah pengurus MUI dengan para tokoh Banten menyikapi polemik razia rumah makan pada bulan Ramadhan yang menjadi polemik saat ini di masyarakat. Sehingga dari enam poin yang disepakati ini nantinya akan ditindaklanjuti ke pemerintah pusat.
"Keenam poin itu di antaranya melakukan proses hukum atas Saeni lantaran dianggap melanggar Perda Kota Serang No 2 Tahun 2010 karena membuka rumah makan siang hari di bulan Ramadhan," kata Zaenal Abidin.
Kesepakatan lainnya, kata dia, memberikan pendidikan kesadaran beragama oleh para Kyai, Ulama, Khotib dan lainnya. Kemudian, tetap mempertahankan Perda Islami dan Pol PP terus lakukan razia rumah makan yang buka di bulan Ramadhan yang tidak mematuhi ketentuan.
Selain itu, MUI Banten juga akan mengirimkan surat ke presiden dan Mendagri terkait kesepakatan dan rekomendasi MUI dan para ulama Banten. "MUI dan dan ormas perlu mengadakan deklarasi penolakan komunisme, ISIS dan terorisme," kata Zainal.
Terkait proses hukum, kata dia, dipandang perlu untuk memberikan efek jera terhadap para pengusaha warung dan rumah makan agar tidak melakukan kegiatan serupa. Karena Satpol PP sudah sesuai prosedur dalam melakukan penertiban rumah makan yang buka pada siang hari di bulan Ramadhan.
"Cara penertibannya mungkin yang perlu dikoreksi agar tidak terkesan menonjolkan kekuatan. Tapi secara prosedural saya kira ini sudah sesuai perda," katanya.
Sementara itu tokoh masyarakat Banten H Embay Mulya Syarif juga sangat menyayangkan pernyataan intoleransi dari sejumlah kalangan atas peristiwa razia rumah makan di Kota Serang itu. Padahal, kata Embay, secara kasat mata, toleransi masyarakat Kota Serang dan Banten pada umumnya sangat kental.
"Intoleransi di kota Serang tidak benar. Contohnya alun-alun saja depannya gereja. Coba lihat di daerah lain di Indonesia, kebanyakan alun-alun itu bersandingan dengan masjid," kata Embay.
Menurut Embay, di Kota Serang, Islamic Center juga berdampingan dengan Gereja Katolik. Bahkan, kata dia, ketika ada kegiatan di gereja parkirnya kemudian di Masjid Agung.
"Jadi jika di Kota Serang disebutkan intoleran itu tidak benar. Di mana letak intoleransinya?" katanya. (rn)