loading...
Keindahan toleransi terpancar dari Skotlandia, Inggris. Gereja Episkopal St John di Aberdeen yang kuno dan megah terletak bersebelahan dengan Syed Shah Mustafa Jame Masjid yang berukuran lebih mungil. Saking kecilnya, masjid tersebut tak mampu menampung ratusan jemaah. Hingga luber ke jalanan.
Saat cuaca ramah, tak jadi masalah. Namun kala musim dingin yang disertai angin kencang, para jemaah terpaksa beribadah di tengah cuaca membekukan, di atas trotoar yang kasar.
Melihat kondisi tersebut, Gereja St John membuka pintunya lebar-lebar bagi umat muslim yang ingin menunaikan ibadah salat. Lima kali dalam sehari. Dan terutama saat Salat Jumat.
Pastur Isaac Poobalan menyerahkan sebagian aula gereja kepada Imam Ahmed Megharbi. Agar salat berjamaah bisa dilakukan. Pastur tersebut mengatakan, jika ia tutup mata atas kesulitan yang dialami saudara umat muslim, imannya belumlah sejati.
"Ibadah, dengan cara apapun, tak pernah salah. Adalah kewajibanku untuk mendorong orang-orang beribadah, sesuai dengan keyakinan," kata pastur Poobalan, seperti dimuatDaily Mail, (18/3/2013).
"Masjid itu selalu penuh setiap saat. Orang-orang terpaksa salat di luar, dalam kondisi hujan dan angin bertiup kencang."
Padahal, Injil mengajarkan, umat Kristiani harus memperlakukan tetangganya dengan baik. "Saat aku bicara pada jemaat gereja tentang situasi itu, seseorang mengatakan, itu bukan urusan kami. Namun apa yang kulihat dengan mata kepalaku sendiri adalah persoalan yang terpampang nyata."
Poobalan merasa miris saat umat muslim berdoa di luar, saat salju pertama turun di musim dingin. Luar biasa membekukan. "Sulit bagiku untuk melihat, umat muslim beribadah dengan tangan dan kaki telanjang di atas trotoar yang kasar," kata dia.
Hembusan nafas para jemaah yang melakukan salat bahkan terlihat jelas di tengah udara dingin. "Aku merasa salah, apalagi, gereja hanya terletak di sebelah masjid. Berupa bangunan besar dan kosong pada Jumat siang, saat umat muslim membutuhkan waktu untuk melaksanakan Salat Jumat."
Poobalan mengaku ingin menjembatani umat Kristen dan Islam, meski ada sejumlah pertentangan atas langkahnya itu. "Ini adalah langkah dasar yang fundamental. Tak ada kaitan dengan agama -- dasarnya adalah saling membantu sesama manusia," kata dia. "Agama yang memisahkan kita menjadi golongan-golongan, tak seharusnya memisahkan kita sebagai sesama manusia."
Ia mengaku, awalnya ketika berbicara dengan imam masjid, ada sejumlah keraguan. Apalagi hal seperti ini belum pernah dilakukan sebelumnya. "Namun, mereka mengambil tawaran kami. Dan ini menjadi awal dari hubungan yang positif."
Persahabatan dan Saling Menghormati
Sementara Sheikh Ahmed Megharbi, salah satu imam Syed Shah Mustafa Jame Masjid mengatakan, kondisi yang terjadi pada jemaahnya adalah istimewa.
"Namun, tak ada salahnya ditiru di seluruh negeri," kata dia. "Hubungan yang kami jalin adalah persahabatan dan saling menghormati," kata dia.
Tindakan gereja juga mendapat dukungan dari pihak luar. Uskup Aberdeen dan Orkney, Dr Robert Kanan Gillies mengatakan, langkah ini bisa menjadi awal perubahan hubungan antara dua umat beragama. Ke arah yang lebih baik. "Kita bisa mengubah dunia," kata dia.
Kebanyakan orang merasa tak punya waktu, tak punya daya, untuk berbuat sesuatu untuk meringankan masalah orang lain. "Namun terkadang ada seseorang yang punya visi. Yang bisa melakukan sesuatu yang berarti secara global pada skala lokal."
Hubungan antara St John dan masjid di dekatnya memang telah terjalin sejak beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2011, gereja dan masjid bekerja sama untuk memperingati ulang tahun ke-10 serangan teror 9/11 di Amerika Serikat. Ayat Alquran dan Injil dibacakan untuk memperingati mereka yang meninggal dunia.
Namun hubungan erat seperti ini bukannya tanpa risiko. Pada tahun 2011, dua gereja Florida, AS dikecam karena membuka pintu bagi kelompok-kelompok muslim. Dan yang terjadi di Aberdeen diyakini sebagai yang pertama di Inggris Raya. Dan semoga mengarah ke hal yang baik.
sumber : liputan6.com