loading...
Selanjutnya, saya langsung menanyakan tujuannya apa mau meliput kami di lokasi ini? Dia jawab untuk dipublikasikan dan dimuat berita harian. Lalu dia meminta saya untuk bersedia di ambil foto dan di wawancara, namun di tempat yang jauh dari rekan-rekan relawan FPI bekerja.
Permintaan tersebut spontan saya tolak.
"Maaf pak kalo bapak mau meliput dan mau wawancara saya silahkan, tapi di lokasi tmpat saya beraktifitas bersama relawan kami."
Mendengar jawaban tersebut, wartawan TEMPO itu dia terlihat sangat panik.
"Saya cuma mau ambil untuk backround pak, gak perlu banyak-banyak."
Lagi-lagi, permintaan tersebut saya tolak."
"Eh pak...Bapak tahu FPI itu apa? Kami ini kerap kali dimusuhi media sekuler, kalau bapak ada niat baik untuk meliput silahkan liput kawan-kawan kami noh di sono lagi pada ngangkutin jutaan kubik lumpur yang menutupi jalan-jalan dan menimbun jalur fasilitas umum. Kenapa bapak meminta saya foto sendiri? Sebenarnya apa tujuan bapak datang kesini??"
Mungkin karena mendengar jawaban saya itu, akhirnya tanpa banyak basa basi lagi, wartawan tersebut meminta maaf karena telah mengganggu kegiatan dan langsung pamit pergi beserta rombongannya.
Dengan kejadian ini kita bisa mengambil pelajaran agar dapat lebih peka lagi terhadap wartawan-wartawan media sekuler yang belakangan ini mau mengambil celah kejelekan kita sebagai tim relawan.
Apa tujuan dia minta foto dan mewawancara sendirian dan di lokasi yang jauh dari relawan kalau mau liput kenapa gak diliput ketika kami sedang melakukan kegiatan bersama sama sebagaimana yang di lakukan sebagai relawan.
Disinilah saya mengambil kesimpulan bahwa wartawan tersebut hanya ingin menjebak relawan FPI yg sedang berkerja keras mengangkat lumpur yang menutupi jalan dan sisa-sisa puing bangunan.
sumber : jurnalmuslim