'MISKIN DILARANG SAKIT' Susahnya Mendapatkan Kamar Rawat Inap di Rumah Sakit

loading...


Bukan hal yang baru, namun itulah kenyataanya. Dulu saat diterapkan Jamkesmas, hal ini pun sudah terjadi, hingga saat ini program BPJS yang sedang digencarkan agar masyarakat membayar sejumlah iuran tiap bulan tertentu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis.

Namun, kenyataanya antrean untuk mendapatkan pelayanan kerap dikeluhkan para pasien rumah sakit, terutama yang membutuhkan ruang perawatan kelas 3. Seringnya ruangan penuh membuat pasien harus rela menunggu berminggu-minggu untuk bisa dirawat.

Seperti contoh kasus yang sudah lama ini, satu tahun yang lalu Hendro (67), salah satu pasien kanker hati yang hendak menjalani operasi di RS Kanker Dharmais. Ia dikatakan baru mendapat kamar perawatan 3 hari menjelang pelaksanaan operasi.

"Saya baru ditelepon kemarin malam. Katanya jadwal bapak operasi 3 hari lagi, disuruh pagi-pagi ke rumah sakit untuk segera lakukan pendaftaran," tutur Suci (21) anak Hendro di RS Kanker Dharmais, Jl S Parman, Slipi, Jakarta Barat

Suci mengisahkan bahwa ayahnya harus menunggu selama 6 minggu sebelum akhirnya dioperasi. Ayahnya yang merupakan pasien BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan kategori PBI (Penerima Bantuan Iuran) pertama kali dirujuk ke RS Kanker Dharmais pada tanggal 16 Desember 2014, setelah sebelumnya berobat di RS Budi Asih, Jakarta Timur, demikian dikutip dari detikhealth.

"Waktu itu dokternya bilang tumornya harus diangkat, sudah stadium 3 katanya. Makanya dirujuk ke Dharmais," tutur Suci lagi.

Sesampainya di RS Dharmais, ternyata kamar rawat inap bagi pasien pengguna BPJS kelas 3 penuh. Kamar yang tersedia hanya kelas 1 dan kelas 2, dan Suci harus membayar kurang lebih Rp 3 juta jika ingin ayahnya dapat menempati ruangan di kelas tersebut.

Karena tak ada biaya, Suci dan Hendro pun memilih untuk pulang ke rumahnya di Jatinegara. Ketika menjalani program rawat jalan untuk radioterapi, mereka terpaksa harus menginap di rumah kerabat yang ada di Grogol‎ agar yang lebih dekat dengan lokasi rumah sakit.

"Kalau berangkat dari rumah jauh, sementara saya harus ngantre pendaftaran dari jam 4. Makanya saya menginap di rumah saudara yang di Grogol, biar lebih dekat, lebih praktis," tandas Suci.

Nah, kenyataanya sampai saat ini bukankah hal ini masih sering terjadi. Overkapasitas, tentunya menjadi kendala.  Apakah pembaca punya pengalaman tentang hal ini?